Jalan-jalan ke Taplau, Padang
Kemarin sore, aku dan seorang teman kosan pergi ke Taplau. Taplau merupakan singkatan dari Tapi Lauik atau tepi laut atau pantai.
Dari kosan kami naik angkot sampai ke kantor pos. Di kantor pos aku berhenti dulu untuk melihat lowongan kerja. Ada puluhan lowongan kerja yang ditempel. Dan lebih dari 20 orang bergerombol membaca pengumuman. Jika aku tidak memakai kaca mata mungkin aku tidak bisa membaca sama sekali. Sayangnya belum ada lowongan yang cocok denganku. Rata-rata persyaratannya adalah S-1 atau minimal D-3. Sedangkan aku boleh dibilang hanya lulusan SMA.
Setelah itu kami jalan ke Pasar Raya ke dekat Masjid. Di sana mangkal beberapa bendi. Karena aku sendiri belum pernah naik bendi, dan temanku setuju, kami memutuskan untuk pergi ke Taplau dengan naik bendi sambil menikmati jalanan di sore hari. Di perjalanan tukang bendi mengajak temanku ngobrol. Aku hanya jadi pendengar karena belum bisa bahasa Minang. Bayarnya Rp 10.000,00 per orang.
Sesampainya di Taplau, yang kami lakukan adalah foto-foto. Kami tidak mandi karena tidak bawa baju ganti dan rasanya risih dengan jilbab kami, selain itu aku juga tidak bisa berenang. Di samping itu air Taplau juga tidak terlalu bersih. Jadi, kami hanya foto-foto, duduk-duduk di batu dan menyisiri Taplau. Di samping pantai, banyak warung yang menjual telur penyu. Aku belum pernah makan telur penyu sama sekali, sayang harganya mahal. Harganya enam sampai delapan ribu per butirnya. Setelah puas jalan-jalan, kami pun pulang. Kali ini cukup naik angkot biru, bayar Rp 1.000,00 sampai ke Pasar Raya.
Untuk mencapai angkot hijau kami harus menyusuri Pasar Raya. Kami singgah sebentar karena aku ingin beli head set. Aku membelinya seharga Rp 30.000,00. Awalnya sang penjual menawarkan Rp 35.000,00 selain itu dia bicaranya menggunakan bahasa Minang. Sebagian aku menebak-nebak saja artinya. Aku tidak mau mengatakan bahwa aku tidak bisa bahasa Minang kecuali sudah sangat kepepet. Alhamdulillah komunikasi berjalan lancar.
Setelah itu kami cukup naik angkot hijau dan mencapai Pondokan Nena, the Blue Kingdom tercinta.
Dari kosan kami naik angkot sampai ke kantor pos. Di kantor pos aku berhenti dulu untuk melihat lowongan kerja. Ada puluhan lowongan kerja yang ditempel. Dan lebih dari 20 orang bergerombol membaca pengumuman. Jika aku tidak memakai kaca mata mungkin aku tidak bisa membaca sama sekali. Sayangnya belum ada lowongan yang cocok denganku. Rata-rata persyaratannya adalah S-1 atau minimal D-3. Sedangkan aku boleh dibilang hanya lulusan SMA.
Setelah itu kami jalan ke Pasar Raya ke dekat Masjid. Di sana mangkal beberapa bendi. Karena aku sendiri belum pernah naik bendi, dan temanku setuju, kami memutuskan untuk pergi ke Taplau dengan naik bendi sambil menikmati jalanan di sore hari. Di perjalanan tukang bendi mengajak temanku ngobrol. Aku hanya jadi pendengar karena belum bisa bahasa Minang. Bayarnya Rp 10.000,00 per orang.
Sesampainya di Taplau, yang kami lakukan adalah foto-foto. Kami tidak mandi karena tidak bawa baju ganti dan rasanya risih dengan jilbab kami, selain itu aku juga tidak bisa berenang. Di samping itu air Taplau juga tidak terlalu bersih. Jadi, kami hanya foto-foto, duduk-duduk di batu dan menyisiri Taplau. Di samping pantai, banyak warung yang menjual telur penyu. Aku belum pernah makan telur penyu sama sekali, sayang harganya mahal. Harganya enam sampai delapan ribu per butirnya. Setelah puas jalan-jalan, kami pun pulang. Kali ini cukup naik angkot biru, bayar Rp 1.000,00 sampai ke Pasar Raya.
Untuk mencapai angkot hijau kami harus menyusuri Pasar Raya. Kami singgah sebentar karena aku ingin beli head set. Aku membelinya seharga Rp 30.000,00. Awalnya sang penjual menawarkan Rp 35.000,00 selain itu dia bicaranya menggunakan bahasa Minang. Sebagian aku menebak-nebak saja artinya. Aku tidak mau mengatakan bahwa aku tidak bisa bahasa Minang kecuali sudah sangat kepepet. Alhamdulillah komunikasi berjalan lancar.
Setelah itu kami cukup naik angkot hijau dan mencapai Pondokan Nena, the Blue Kingdom tercinta.
0 Komentar