Bermula dari membicarakan karakter orang Minang, teman baru dari acara hunting fotografi Indfest menyuruh saya untuk mencari tahu tentang Kato Nan Ampek atau Kata Yang Empat. Saya pun akhirnya bertanya kepada teman sekamar saya dan mendapatkan penjelasan rincinya dari Om yang mengelola tempat kos saya.

Dalam Budaya Adat Minangkabau (BAM) ada adat berbicara kepada orang lain yang terkenal dengan Kato Nan Ampek yang terdiri dari:

1. Kato Nan Mananjak

Ini digunakan untuk berbicara kepada orang yang lebih tua atau lebih dihormati.

2. Kato Nan Manurun

Digunakan untuk berbicara kepada orang yang lebih muda

3. Kato Nan mandatar

Digunakan ketika berbicara dengan teman sebaya

4. Kato Nan Malereng

Merupakan inti dari semuanya, bagaimana cara yang baik dalam mengungkapkan sesuatu. Di dalamnya terdapat sindiran yang merupakan gaya bicara yang banyak digunakan oleh orang Minang.

Dari sini karakter yang memang terlihat jelas pada orang Minang adalah penggunaan Kato Nan Malereng. Baru 2,5 bulan di Padang saya sangat sering menjumpainya. Sebagai orang non Minang saya mencoba untuk memahami sindiran yang ada walaupun dalam prakteknya saya tetap terbiasa menggunakan gaya saya yang blak-blakan.

Jika boleh sedikit mengungkapkan analisis atau pun pendapat, inilah hasil pengamatan saya. Penggunaan sindiran merupakan cara yang halus untuk menegur seseorang dan saya pikir ini i'tikat baik. Walau begitu, apa yang sampai kepada orang yang disindir bermacam-macam. Inilah beberapa kemungkinan yang dapat terjadi:

- Orang yang disindir tidak mengerti.
Saya sering termasuk kategori ini. Saya mensiasatinya dengan berkata langsung kepada teman saya bahwa saya agak lambat dalam menangkap sindiran. Jadi, jika ada perbuatan saya yang tidak mengenakkan cukup bicara secara langsung karena saya cukup terbuka. Walau begitu teman saya tetap ada rasa segan untuk menegur langsung, apalagi ia lebih muda, sehingga tetap sering menggunakan sindiran. Saya tidak menyalahkan karena kita tidak bisa memaksa karakter seseorang untuk berubah, seperti saya sulit merubah karakter saya. Maka saya akan sedapat mungkin menangkap sindiran yang dilontarkan oleh teman saya. Jika saya tetap tidak mengerti juga, maka teman saya yang harus mengalah dengan bicara langsung. Dengan cara ini komunikasi bisa berjalan dengan baik.

- Orang yang disindir mengerti dan menanggapi dengan baik. Biasanya jika saya merasa disindir dan saya setuju dengan maksud sindiran, saya akan langsung menanggapi. Misalnya saya membunyikan musik saat ada yang belajar. Jika disindir dan saya paham maksudnya, saya akan langsung mematikan musik.

- Orang yang disindir mengerti dan menanggapi secara langsung. Karena saya adalah orang yang blak-blakan jika disindir dan saya mengerti kemudian mengakui bahwa saya salah, maka saya akan bicara langsung dan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Walaupun pada prakteknya orang yang menyindir kadang tidak siap ketika saya datangi secara langsung. Muncul rasa segan sendiri dihatinya. Tapi saya tegaskan bahwa saya tidak tersinggung dan inilah cara saya menanggapi orang lain jika saya mengaku salah.

- Orang yang disindir mengerti namun tidak menanggapi. Kadang kala saya merasa ada sindiran yang cukup didiamkan saja walaupun saya mengerti maksudnya. Bisa jadi saya simpan dalam hati supaya suatu saat tidak menyinggung yang bersangkutan, atau memang itu bukan sesuatu yang penting jadi biarkanlah berlalu.

- Orang yang disindir mengerti, namun tidak terima tetapi diam saja. Ada kalanya orang yang disindir sadar bahwa dia disindir, tapi menurutnya orang yang menyindir pun juga salah. Sehingga ia tidak menanggapi sindiran dan tidak berkata apa-apa, namun meneruskan aktivitasnya.

- Orang yang disindir mengerti, namun tidak terima dan balas menyindir. Kalau sudah begini, jadilah perang sindir-menyindir. Menurut saya kadang hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman dalam sindiran. Namanya juga sindiran, artinya mengungkapkan secara tidak langsung. Karena tidak langsung, maka makna yang ditangkap pun bisa bermacam-macam. Alangkah baiknya jika kedua belah pihak bisa berbicara secara langsung dan dengan kepala dingin supaya keinginan dari keduanya bisa tersampaikan.

Jika dicermati, inilah kekayaan budaya Indonesia. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Dengan belajar budaya suatu daerah, kita pun belajar memahami karakter orang lain, dengan begitu kita akan lebih pandai bersikap. Saya sendiri masih harus banyak belajar karena mungkin masih ada perkataan maupun perbuatan saya yang menyakiti orang lain tanpa saya sadari, termasuk tulisan ini.

Salah dan khilaf mohon maaf, semoga bermanfaat.
Kato Nan Ampek, kato mananjak, kato manurun, kato mandatar, kato malereng
Kato nan ampek