Mendekati akhir Syawal. Aku mulai membayar hutang puasa. Tidak makan pagi membuatku bisa ke sekolah lebih pagi. Aku tidak terlambat kali ini.

Memulai mengerjakan rincian tugas yang diberikan kepala bagian. Mendata surat-menyurat tidak selesai seharian. HArus dilanjutkan hari berikutnya. Sepertinya aku juga harus mendahulukan membuat daftar hadir.

Urusan dengan kepala desa sudah diselesaikan oleh kakakku. Meskipun ada kekurangan, masih bisa diselesaikan nanti. Sore ini pun aku bebas berkreasi, seperti memberi stempel pada buku-buku yang ku miliki.

Tengah malam, aku terbangun dengan perut yang melilit. Kucoba buang air, bisa. Tapi sakit perut tidak kunjung reda. Kemungkinan dismenore pun tidak diterima. Pikiran buruk muncul mengiringi rasa sakit. Aku pun memanggil mama. Nenek, mama, dan kakakku mencoba membantu menghilangkan rasa sakitku sampai berhasil. Menurut kakakku penyebab sakit perut tersebut adalah udang yang ku makan saat berbuka. Meskipun biasanya aku tidak mengalami masalah dengan udang, tapi apa yang kualami sama dengan yang pernah kakakku rasakan. Keluar keringat dingin sampai muntah. Untuk sementara, aku harus menghindari udang.


Ketika sudah tidak terasa sakit, aku mencoba tidur lagi. Dalam tidurku, aku bermimpi ada Abah di tengah-tengah keluarga. Kami bercakap-cakap seperti biasa. Beliau memberi nasehat yang tidak bisa ku ingat. Saat terbangun aku bacaan Fatihah empat untuk beliau.

Hari ini aku belum bisa melanjutkan puasa. Terpaksa harus tertunda. Tapi aku insya Allah tetap ke sekolah. Setidaknya aku sudah merasa baik-baik saja.