Nilai Tertinggi 90
Setelah disibukkan dengan koreksian dan lembar penilaian. Kegiatan selanjutnya bagi seorang wali kelas adalah menginput leger yang berisi seluruh nilai siswa dari kelas yang diampunya.
Berhubung hari ini saya sedang rajin, saya pun mulai mengerjakannya hari ini. Kebetulan hari ini saya membawa laptop ke sekolah. Hujan lebat di pagi hari tidak menghalangi saya untuk melakukannya.
Sebelum proses menginput nilai, saya memperoleh kumpulan daftar nilai ujian dari panitia ujian. Setiap guru mata pelajaran telah mengumpulkan nilai pada hari yang ditentukan. Meskipun begitu, ada saja yang belum menyerahkan nilai. Saya sih santai aja, cukup menginput nilai yang sudah ada.
Saat sedang menginput nilai, salah satu panitia ujian yang juga wali kelas dan guru mapel menginfokan kepada saya bahwa untuk mata pelajaran pondok, nilai maksimal adalah 90. Oleh karenanya, nilai mapel yang diampunya, jika tertulis di atas 90, tolong ditulis 90 saja. Ia mendapat instruksi ini dari Wakasek kurikulum.
Saya kaget dengan pemberitahuan tersebut dan mengomel. Bukan masalah susah merubah angkanya. Tapi tentang pemberitahuan yang sepihak. Kenapa beliau hanya memberitahukan kepada guru tersebut? Bagaimana dengan wali kelas yang lain? Bagaimana dengan guru pengampu mata pelajaran yang lain?
Rupanya setelah protes saya tersebut, teman saya menghadap wakasek lagi. Tidak berapa lama, muncul pemberitahuan di grup WA dewan guru SMA perihal tersebut. Tidak ada yang protes di grup. Hanya tanggapan dari guru mapel agar wali kelas dapat menyesuaikan nilai jika di atas 90, cukup ditulis 90.
Meski begitu, salah seorang teman saya berkomentar. Bagaimana dengan siswa yang nilainya semula sudah 90, apakah tetap ditulis 90? Saya jawab, iya.
Terus sama dong jadinya dengan siswa yang semula 95 dan menjadi 90. Saya jawab, iya lagi.
Tidak adil, dong.
Maka saya katakan, ini bukan masalah adil atau tidak adil, tapi ini adalah pembelajaran tersendiri bagi siswa.
Mengapa guru tak mau memberi nilai 100 di raport?
Menurut saya salah satu tujuannya adalah agar siswa memiliki rasa rendah hati. Tidak ada manusia yang mengetahui segalanya. Sepintar apapun ia dalam mata pelajaran tertentu, tetap ada hal yang tidak diketahuinya. Oleh karena itu kami tidak menulis nilai 100 di rapor.
Bagaimana pun nilai itu hanyalah sebuah alat yang digunakan untuk menggambarkan pencapain seorang siswa. Seobjektif apapun penilaian dilakukan, pada dasarnya angka tersebut tidak bisa mewakili besarnya ilmu yang dimiliki siswa sebenarnya.
Oleh karena itu bagi saya angka 95 dan 90 sama saja. Hanya beda pada angka satuannya. Tapi hakikatnya tetap sama.
Intinya adalah, Nak, pencapaiannya dalam pelajaran ini sudah cukup bagus. Tapi janganlah merasa cukup dan berbangga diri. Ilmu itu sangatlah luas, maka teruslah belajar dan menuntut ilmu.
0 Komentar