Ke Rumah Taci
Kami turun di depan gang dan berjalan masuk beberapa blok. Rumah Ani sederhana dan tidak besar. Di rumahnya ada mamanya, ayahnya dan Taci. Saya berkenalan dengan mamanya yang mengangkat telpon saya pagi sebelumnya. Di sana saya main di kamar Ana, saudara kembar Ani. Ani memperlihatkan koleksi bukunya. Saya membaca buku pelajaran Bahasa Jepang. Siang hari Ani dan Taci makan siang dengan iwak peyek. Berhubung saya puasa, jadi berdiam diri di kamar saja. Setelah shalat Zuhur dan baca-baca, saya mengantuk. Rencananya balik ke kosan bareng Taci. Saya pun tidur di sana.
Sehabis shalat Ashar saya dan Taci berangkat. Kami singgah dulu di pasar raya karena ada yang ingin dibeli Taci. Kami juga berencana mengambil kamera digitalku yang kemarin diservis. Rupanya yang punya toko sedang pergi ke pasar, maka kami ke pasar dulu. Sesampainya di tempat obras, saya sudah kelelahan. Saya pun hanya duduk menunggu dan Taci pergi jalan sendiri di pasar. Setelah selesai, kami kembali ke tempat servis kamera. Lumayan juga bolak balik.
Saat jalan kembali di dalam pasar, saya tersadar bahwa kantong tas saya terbuka. Hanya tersisa uang Rp5.000 di dalamnya. Saya ingat sebelumnya ada minimal 1 lembar dua puluh ribuan. Saya hanya mengelus dada karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Alhamdulillah dompet dan HP saya taruh di kantong utama tas dan penuh dengan barang lain sehingga sulit dijangkau oleh pencuri. Ini merupakan pembelajaran buat saya. Dulu saya juga pernah kehilangan HP karena menaruhnya di kantong tas, sejak itu saya tidak pernah menaruhnya di kantong lagi. Namun saya masih suka menaruh uang di bawah 50.000 di dalam kantong karena biasanya malas membuka dompet.
Dengan uang yang ada saya beli nutrisari untuk berbuka. Taci menawarkan makan di pasar, tapi saya merasa lelah dan ingin cepat sampai kosan. Soal makan gampang kalau sudah sampai. Kami pun sampai di kosan pukul 7 malam dengan selamat.
0 Komentar