Setelah menamatkan bacaan Negeri Para Bedebah, aku ingin membaca sekuelnya, Negeri di Ujung Tanduk. Dengan semangat yang menggebu, aku mendatangi toko buku langgananku, sayang buku tersebut tidak kutemukan. Dan seperti keinginanku yang meledak-ledak, muncul sebuah ide gila, kenapa tidak pergi saja ke Gramedia Banjarmasin. Aku melihat langit, mendung untuk daerah Banjarmasin. Tapi rasa penasaranku lebih tinggi. Ku putuskan tetap pergi, dengan catatan untuk putar kanan jika bertemu hujan. Di daerah bandara, aku putar kanan. Aku belum menyerah, dua buah toko buku lainnya di Banjarbaru ku datangi. Hasilnya tetap nihil.

Hari berikutnya aku kembali berpikir. Mungkin aku bisa menemukan soft file nya di internet. Hari berikutnya ku lalui dengan browsing. Beberapa novel Tere Liye yang lain berhasil kutemukan. Tapi tidak untuk Negeri di Ujung Tanduk.

Aku kembali memutar otakku. Sebenarnya ada beberapa pilihan. Menunggu buku tersebut ada di toko buku Banjarbaru. Membeli online. Mencoba peruntungan ke Gramedia Banjarmasin. Meminjam novel punya temanku yang ada di rumahnya.

Menggunakan cara yang manapun, aku yakin akan membaca novel tersebut. Tapi yang aku hadapi sekarang adalah rasa penasaranku yang membuatku ingin segera membaca novel tersebut.

Setelah satu pekan temanku tidak kunjung pulang ke rumah. Di tambah asumsi belum ada novel baru di toko buku Banjarmasin. Akhirnya aku nekat ke Gramedia Banjarmasin sendirian, demi sebuah novel. Meski digiringi sedikit gerimis di perjalanan, sambil mengingat-ingat lokasi Duta Mall, akhirnya sampai juga.


Tujuanku hanya satu, Gramedia. Langsung menuju rak novel. Dan saat aku berdiri di depan susunan novel Tere Liye, namun tidak menemukan Negeri di Ujung Tanduk, ku putuskan untuk bertanya. Ternyata petugas cukup jeli. Ia berhasil menemukan novel tersebut di rak bawah, pojok, di bagian belakang. Terhalang buku kumpulan puisi Dikatakan Atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta.

Akhirnya novel tersebut berada di tanganku. Meskipun letih harus melajukan kembali motorku pulang ke rumah, aku senang dan memutuskan mulai membaca novel tersebut hari itu juga.

Untuk novel yang satu ini, begitu terlihat rasa keras kepala ku. Seperti ku ungkapkan di atas, aku punya banyak pilihan agar bisa membaca novel tersebut. Dan aku memilih cara yang memerlukan usaha ekstra, bolak balik Banjarmasin. Tapi mungkin itulah yang menunjukkan bahwa aku manusia.

Dalam sebuah urusan, kadang kita menghadapi banyak pilihan. Beberapa orang memilih menunggu, karena sesuatu itu pasti datang. Beberapa yang lain memilih untuk menjemput karena ingin segera bertemu. Dalam kasus ini, mungkin aku termasuk yang tidak sabar. Memilih melangkah meskipun capek. Namun karena aku punya keyakinan akan hasilnya. Tapi sepertinya, untuk beberapa urusan yang lain, aku memutuskan untuk menunggu.