Anak Perempuan Itu Menangis
البنت تبكي

Salah satu mata pelajaran yang saya ajarkan mengharuskan siswa untuk menghapal. Seperti hari ini, para siswa bergiliran menyetor hapalan kepada saya.

Biasanya siswa akan menyetor hapalan dari materi yang sudah saya jelaskan. Siswa yang lebih pandai kadang menyetor hapalan materi yang bahkan beum saya jelaskan.

Salah serang siswi sedang menyetor hapalan kepada saya. Hapalannya agak tersendat-sendat, tapi saya sabar saja mendengarkannya. Rupanya, ada salah seorang temannya yang menyeletuk, menyinggung setorannya yang lama.

Mungkin perasaannya sedang sensitif. Siswi tersebut menutup wajahnya, dan mulailah dia menangis. Saya jadi kaget sendiri dan merasa bersalah. Kenapa ada siswa yang menangis di kelas saya saat sedang setor hapalan.

Saya juga tidak bisa menyalahkan temannya. Kata-kata yang diucapkannya bukanlah penghinaan atau pun perkataan kasar. Hanya mengungkapkan jika belum lancar, bisa memperlancar hapalan dulu dan mempersilahkan teman yang lain setoran lebih dulu.

Siswi tersebut kemudian pindah ke belakang. Saya hanya membiarkannya saja dan menerima setoran hapalan siswi lainnya.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia menangis. Biasanya akan reda sendiri. Kadang perempuan memang aneh. Bisa ingin menangis tiba-tiba.

Sebelum jam pelajaran saya berakhir, siswi tersebut sudah kembali ke meja saya untuk menyetor hapalan.

Setelah jam istirahat siang, saya mengajar di kelas lain untuk mata pelajaran yang berbeda. Kali ini saya mengadakan latihan untuk mmelihat kemampuan mereka.

Sambil menjawab soal, para siswi biasanya suka memastikan kebenaran jawabannya kepada saya. Karena tujuannya adalah belajar, saya pun senang saja menjelaskan.

Salah satu siswi yang memang cukup aktif juga banyak bertanya. Sambil mengerjakan tugas, kadang saya suka mengobrol santai dan memberikan nasehat untuk mereka.

Saya menyatakan pendapat saya kepada salah satu siswi tentang karakternya. Sebenarnya maksud saya memuji tapi juga dengan menyebutkan kelemahannya. Waktu itu dia sambil bertanya tugas ke meja saya.

Dan mungkin memang sudah takdirnya hari itu, siswi tersebut matanya mulai berair saat mendengar ucapan saya. Padahal saya tidak marah atau menghinanya, hanya memberikan penilaian. Pada siswi lain pun saya juga begitu, supaya mereka bisa mengambil manfaatnya.

Mungkin hari ini, siswi yang satu ini juga lagi sensi. Tapi jika teringat kejadian di pagi hari, ada siswi lain yang juga menangis. Apa memang saya yang salah?

Sepertinya memang salah saya. Salah saya yaitu saya juga kadang bisa cengeng dan menangis tiba-tiba. Tidak di depan kelas, tapi di depan orang lain, bahkan pernah juga di depan orang yang baru bertemu.

Mungkin saya ditempatkan pada posisi seperti hari ini sebagai pengingat. Agar saya tahu betapa tidak nyamannya perasaan orang lain saat ada seseorang yang tiba-tiba menangis di hadapannya.

Dan karena saya sendiri adalah perempuan yang juga suka menangis, maka cara paling tepat menghadapi perempuan lain yang menangis adalah biarkan saja. Beberapa perempuan, termasuk saya, tidak perlu alasan yang kuat untuk menangis. Tapi karena itu juga, berhentinya pun mudah saja dan setelahnya bisa beraktivitas seperti biasanya.

Saya jagi teringat salah satu bunyi kalimat di buku Muthalaah.

الولد يضحك # البنت تبكي

Anak laki-laki itu tertawa # Anak perempuan itu menangis.

Tidak perlu alasan mengapa. Kadang hal tersebut terjadi begitu saja.