Dulu saya berpikir bahwa pengantin itu narsis sekali. Selain duduk di pelaminan, di depan rumah mereka juga dipajang foto mereka berdua. Kadang juga nama mereka terpampang di depan jalan. Tapi biarlah, mereka menjadi raja dan ratu sehari.

Minggu ini, salah seorang teman kuliah saya menikah. Undangan untuk kami cukup lewat grup WA. Tanpa mengurangi rasa hormat, memang kami sekarang jarang bertemu.

Lokasinya di Banjarbaru, lebih dekat dari pada Banjarmasin. Jika ke Banjarmasin saja saya datangi, apalagi Banjarbaru.

Masalahnya adalah, tidak ada peta dalam undangan. Hanya ada tulisan alamat. Saya kan biasanya buta arah. Bagaimana ini perginya.

Di alamat tertulis Jl. Mistar Cokrokusumo, Cempaka. Oke lah, saya tahu jalan yang menghubungkan antara Banjarbaru dan Pelaihari tersebut. Tapi jalan tersebut terlalu panjang untuk menentukan dimana tepatnya lokasi pernikahan.

Akhirnya saya tetap berangkat bersama adik ke acara walimahan tersebut. Saat sudah memasuki Jl. Mistar Cokrokusumo saya mulai melihat kiri dan kanan. Jika ada acara walimah, saya memperlambat laju kendaraan. Sekedar untuk melihat, siapa nama yang tertulis di samping jalan.

Rupanya lokasi walimah teman saya tidak terlalu jauh. Walimah kedua yang kami temui adalah lokasinya. Saya bersyukur dengan adanya foto dan papan nama pengantin di pinggir jalan. Dengan begitu kami tidak kesusahan memastikan.

Saya masih beruntung, karena ada nama pengantin di acara walimah yang saya lewati. Salah seorang teman saya yang datang dari arah Banjarmasin terpaksa berhenti di acara pernikahan yang dilewatinya untuk bertanya, sambil menyebut nama teman kami. Rupanya acara walimah yang dilewatinya, tidak ada nama pengantin di tepi jalan.

Sejak saat itu saya mengerti pentingnya foto dan nama pengantin yang dipampang di samping jalan. Biasanya juga ada nama orang tua sang mempelai. Bukan sekedar untuk pamer, tapi sebagai penanda bagi tamu undangan, agar mudah ditemukan.