Life is Hard, Especially for Some People
Rumah saya kebetulan berdekatan dengan jalan utama. Memang bukan raya yang besar, tapi kendaraan yang lewat lumayan banyak. Mulai dari sepeda motor, mobil, truk, sampai bus kadang lewat di depan rumah.
Sore itu, sebelum Ashar, saya melihat sebuah truk yang terpaksa berhenti di jalan seberang rumah saya. Rupanya batangan besi yang diangkut terlalu berat hingga penyangganya roboh dan salah satu sisi batangan besi menyentuh tanah.
Hanya ada dua orang dalam truk tersebut. Mereka pun mulai berusaha membenarkan posisi batangan tersebut. Entah apa yang mereka lakukan untuk membenarkannya. Karena batangan besi dengan berat yang mungkin mencapai ton tersebut tidak bergerak.
Sore itu, hujan turun. Kedua orang tersebut masih berusaha membetulkan posisi potongan besi. Air hujan membasahi pakaian mereka. Tapi mereka terus bekerja.
Menurut sepupu saya yang sempat bertanya, batangan besi tersebut harus diantar ke Kalua. Jaraknya sekitar 173 km dari lokasi kami. Sungguh, perjalanan mereka masih jauh.
Di satu sisi saya berpikir, apa mereka tidak punya persiapan yang matang, sehingga batangan besi tersebut harus terjatuh dan sangat sulit dibetulkan. Di sini lain, mereka tentu memang tidak menduga hal tersebut harus menimpa mereka di tengah jalan.
Saat melihat kejadian tersebut saya pun sadar, hidup tidaklah mudah, terutama untuk sebagian orang.
Meskipun gaji saya tidak terlalu besar, tetapi setidaknya saya tidak harus berpanas hujan untuk bekerja. Saya cukup berbicara di depan kelas yang dilindungi oleh atap.
Berapa banyak orang di luar sana yang membanting tulang untuk sesuap nasi. Dan karena ada orang-orang seperti merekalah sebagian orang yang lain bisa hidup lebih mudah.
Apa yang saya makan, apa yang saya kenakan, apa yang saya gunakan, tempat saya bernaung. Bagaimana barang-barang tersebut bisa hadir di hadapan saya. Semuanya melalui proses dan peranan dari banyak orang. Beberapa di antaranya bahkan harus menjalani kehidupan yang sulit.
Ketika hujan reda dan hari beranjak gelap. Bahkan ketika azan Isya telah berkumandang. Saya masih bisa mendengar kesibukan di seberang jalan. Saya tidak bisa membantu apa-apa, karena pekerjaan mereka memang memerlukan tenaga. Maka saya hanya bisa mendoakan untuk mereka dan para pekerja lain di luar sana.
Kepada mereka yang telah bekerja dengan ikhlas. Pekerjaan yang sering dipandang orang sebagai pekerjaan rendahan, sesungguhnya adalah pekerjaan mulia.
Tanpa tukang bangunan, bagaimanalah orang kaya bisa tinggal di rumah mewah. Tanpa buruh tekstil, bagaimanalah para artis tampil dengan busana megah. Tanpa para petani, bagaimanalah makanan lezat terhidang di restoran. Tanpa mengurangi kehormatan, masih banyak lagi pekerjaan mulia yang tak bisa saya sebutkan.
Semoga Allah memberikan balasan kebaikan yang berlimpah terhadap segala perbuatan baik yang telah kalian lakukan.
4 Komentar
Berat atau ringan hidup akan tergantung dari sudut mana kita mau memandang.
BalasHapusMengangkat besi seberat itu jelas berat, tetapi lebih ringan daripada ketika melihat anak dan istri menangis karena dapur nggak ngebul.
Nisa memandangnya berat, tetapi orang-orang itu mungkin memandangnya sebagai bagian dari jalan hidup yang harus dihadapi.
Cuma menunjukkan satu, bahwa empati Nisa masih "bagus" dan "terasah"
Ringan dan berat memang tergantung sudut pandang. Kadang saya menasehati diri sendiri agar jangan terlalu mudah mengasihani orang lain. Karena bisa jadi mereka tidak suka dikasihani dan justru menikmati kehidupan yg mereka jalani.
HapusMaka disitu pulalah muncul rasa kagum saya, kepada setiap individu yang telah bekerja dengan rasa ikhlas.
Betul sekali... Tidak semua orang meminta dimaklumi dan dikasihani. Banyak dari mereka yang melakukannya dengan iklas.
HapusTetapi, tidak salah kalau empati Nisa membuat dikau merasa kasihan. Hanya, tidak selamanya baik untuk diperlihatkan.
Cuma, kalau dijadikan bahan tulisan bagus sekali dan bisa menginspirasi orang lain
Semoga saya pun termasuk orang yang ikhlas dalam melakukan pekerjaan saya.
Hapus